Jembatan Dinambunan, Review Desain dan Konflik Sosial

Sore-sore gini enaknya ngomongin sipil nih, mumpung masih anget di otak. Kali ini saya mencoba berbagi pengalaman merehabilitasi jembatan rangka baja bentang 35 meter tahun lalu. Lebih tepatnya mengganti lantai jembatan yang sudah berkali-kali jebol. Banyak pengalaman seru di Jembatan ini, dari mulai masalah lahan, pengaturan lalulintas, media, sampai penyelesaian di detik-detik terakhir yang bikin hati gak tenang pulang kampung.

Sebut saja Jembatan ini Dinambunan, biasanya nama jembatan itu tidak jauh-jauh dari nama sungai yang dilewatinya. Kalau sungainya bernama Dinambunan, maka jembatannya juga dinamakan Dinambunan. Kalo kita ngomongin masalah sosial disini jelas bakal panjang lebar, tapi saya mau menggali permasalahan dan solusinya di bidang keteknikannya.

Citra Google Jembatan Dinambunan

Jembatan ini memiliki 3 masalah pokok yang sudah kami deteksi sedari awal:
1. Waktu pelaksanaan yang singkat, hanya 107 Hari Kalender (3 bulan lebih dikit).
2. Desain Jembatan Sementara yang “meragukan”.
3. Lahan Jembatan Sementara yang diakui milik warga sekitar.

Penggantian lantai jembatan menjadi sumber konflik kesulitan pembangunan jembatan ini, jikalau lantai dibongkar total pasti otomatis jembatan akan putus, sedangkan aktifitas masyarakat tidak boleh terganggu, sedangkan desain yang diberikan oleh perencana dengan memakai Jembatan Sementara menggunakan Jembatan Bailey jelas bukan pilihan yang tepat. Disamping desainnya yang meragukan, lahan yang digunakan juga mengenai Kolam dan warung warga sekitar. Penggusuran? Butuh berapa lama? Dan ujung-ujungnya biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh Kontraktor untuk menyelesaikan hal tersebut. Bisa jadi waktu pelaksanaan 3 bulan habis untuk menyelesaikan masalah sosial yang tidak kunjung reda.

Hitungan awal saya, dengan desain yang diberikan membutuhkan waktu minimal 5 Bulan, rinciannya kayak begini:
  • Mobilisasi : 0,25 bulan
  • Jembatan Sementara : 3 bulan
  • Pembongkaran Jembatan : 0,5 bulan
  • Pengecoran dan Umur Beton : 1 bulan
  • Aspal : 0,25 bulan
  • Total waktu yang dibutuhkan : 5 bulan
Kenapa Jembatan Sementara bisa begitu lama? Bikin 2 Abutmen dan 2 Pier setinggi 5-9 meter pakai pasangan batu!!! Ditambah jembatan Bailey untuk darurat yang harus pesan dahulu di luar daerah, saya rasa angka 3 bulan sudah terlalu optimistis. Lantai jembatan pun baru bisa dibongkar setelah Jembatan sementara selesai. Itu baru dari sisi teknis, belum tentang lahan yang akan dipakai, bisa berapa lama lagi penyelesaiannya.

Setelah ditimbang-timbang, akhirnya kami memutuskan untuk memakai teknologi precast. Jaman sudah maju begini, masak harus konvensional terus. Meskipun teknologi ini bukan barang baru di dunia jembatan, tapi Pilihan kami menggunakan Plat Precast Double Tee (atau juga dikenal Panel Full Depth Slab) memang sebuah keputusan yang besar. Karena teknologi lantai jembatan rangka baja menggunakan precast double tee baru kami yang pakai (khusus wilayah Sulawesi Utara dan Gorontalo loh ya, hehe). Di paket ini kami memakai precast dari PT. Wika Beton Indonesia, karena ada dua keuntungan, yakni bisa dikirim melalui darat dan laut, maklumlah karena lokasi Plant-nya ada di Makassar.

Begini wujudnya Plat Precast Double Tee

Nah dengan Teknologi ini, waktu pelaksanaan bisa dihemat, dari yang tidak jelas selesainya jadi sesuai dengan waktu pelaksanaan yang diberikan oleh kontrak. Apa Pasal? Pertama, proses produksi di Plant singkat, umur 7 hari sudah bisa di kirim ke lokasi pekerjaan. Kedua, pembongkaran plat jembatan dilakukan setengah-setengah, sehingga lalu lintas tetap bisa berjalan (macet dikitlah gapapa, hehe). Begini hitung-hitungan kasarnya:
  • Mobilisasi : 0,25 bulan
  • Pembongkaran Jembatan : 0,5 bulan
  • Penyediaan dan Pemasangan Plat : 2 bulan
  • Aspal : 0,25 bulan
  • Total waktu yang dibutuhkan : 3 bulan
Tahapan pelaksanaannya menjadi lebih jelas dan terarah iya toh, nah tahapannya antara lain:
  • Pemesanan Plat Precast ke supplier;
  • Pengiriman Plat Precast dari supplier ke Lokasi Pekerjaan;
  • Pengalihan Arus Lalulintas 1 lajur;
  • Pembongkaran setengah bentang Plat Jembatan eksisting (1);
  • Pemasangan Plat Precast setengah bentang (1);
  • Menunggu Umur Beton Grouting;
  • Pengalihan Arus lalulintas ke Plat Precast yang sudah mencapai umur;
  • Pembongkaran setengah bentang Plat Jembatan eksisting (2);
  • Pemasangan Plat Precast setengah bentang lainnya (2);
  • Pekerjaan Pengaspalan;
  • Selesai.
Pembongkaran Setengah Plat Jembatan Eksisting dan Pemasangan Plat Double Tee
Plat Double Tee selesai dipasang tepat waktu

Keuntungannya dengan memakai Plat Precast Double T ini disamping waktu yang singkat, ternyata terdapat kelebihan lainnya yakni mutu beton terjaga. Bisa jadi plat beton eksisting yang kemarin rusak akibat dari mutu beton yang kurang karena pencampuran manual atau bila memakai truck mixer beton sudah terlanjur “setting” akibat terlalu lama di perjalanan.

Jembatan Dinambunan 100%, Alhamdulillah

Dibalik keuntungannya, ada juga sisi kekurangannya, pertama, harganya lebih mahal sedikit dari beton konvensional, kedua, proes pengiriman yang terlalu jauh dapat mengakibatkan ketidakpastian jadwal dan resiko kerusakan pada plat lebih besar, ketiga, yang namanya merubah desain wajib/kudu/harus/fardu ‘ain memakai Justifikasi Teknis untuk alasan perubahannya. Nah terkadang pejabat-pejabat kita ini masih berpikiran kolot dan kurang inovatif, nah bisa jadi pembahasan Justifikasi Teknis ini menjadi terhambat dan alot. Nah yang keempat, ini yang paling bikin saya geleng-geleng, Bila ada pemeriksanaan oleh APIP, baik itu Inspektorat Jenderal, “Baju Hijau”, maupun “Baju Coklat”, yang begini-begini jadi santapan. Maaf-maaf saja, terutama kalau debat sama orang hukum, kata-kata saktinya yakni “ikuti aturan” dan tidak bisa di debat apalagi dibantah. Perubahan ini itu langsung dianggap ada sesuatu yang tidak beres, potensi kerugian Negara, ada unsur kelalaian, dan lain sebagainya. Tapi saya sadar, inilah resiko jadi engineer. Ilmu eksak itu Hitam ya hitam, putih ya putih, sementara ilmu hukum yang putih bisa saja jadi hitam yang hitam bisa saja jadi putih. Apalagi kita adalah manusia tempat salah dan dosa, masak iya kita bisa bersih 100%, administrasi bisa lengkap 100% dan hasil/output pekerjaan bisa sesuai 100%.

Nah kalau sudah masuk ke ranah itu, saya cuma bisa berdoa dan berusaha, yang penting niat saya tulus ikhlas karena ingin pekerjaan selesai tepat waktu dan tepat mutu, Jadi jangan takut berinovasi, hehe.

Related Posts:

0 Response to "Jembatan Dinambunan, Review Desain dan Konflik Sosial"

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan sopan

Bila tidak memiliki ID blogger bisa menggunakan Name/URL lalu masukkan Nama dan URL facebook/twitter anda. hindari menggunakan Anonim, Terima kasih.